Saya dulu sering bangun tidur dengan rahang pegal dan kepala terasa berat. Awalnya saya pikir itu karena posisi tidur yang nggak enak atau efek begadang. Tapi suatu hari, pasangan saya bilang, “Kamu tuh kalau tidur suka bunyi ‘krek-krek’, kayak gigi digesek terus.” Saya kaget. Apa saya menggertakkan gigi waktu tidur? Ternyata iya. Dan dari situlah saya mulai mengenal sebuah kondisi bernama bruxism. Sebuah kebiasaan yang terdengar sepele tapi ternyata bisa berdampak besar pada kesehatan gigi dan kualitas hidup secara umum.
Apa Itu Bruxism?
Bruxism adalah kebiasaan tidak sadar menggesekkan atau mengatupkan gigi secara berlebihan, yang sering terjadi saat tidur (sleep bruxism), tapi bisa juga terjadi saat terjaga (awake bruxism).
Kebiasaan ini bisa menyerang siapa saja, anak-anak maupun orang dewasa. Tapi sleep bruxism lebih sulit dikenali karena dilakukan secara tidak sadar saat tidur, dan sering kali baru diketahui lewat gejala atau dari orang lain yang mendengarnya.
Gejala yang Saya Rasakan dan Mungkin Kamu Juga Alami
Beberapa tanda yang saya alami sebelum tahu itu bruxism:
-
Rasa tegang atau nyeri di rahang, terutama saat bangun tidur
-
Sakit kepala ringan di pagi hari, terutama di pelipis
-
Gigi terasa lebih sensitif
-
Ada bunyi “klik” saat membuka mulut
-
Permukaan gigi terlihat aus atau datar
-
Tidur terasa tidak nyenyak, sering terbangun
Setelah konsultasi ke dokter gigi, semua gejala itu dikonfirmasi sebagai ciri khas sleep bruxism.
Penyebab Bruxism: Bukan Cuma Sekadar Kebiasaan Tidur
Bruxism bukan hanya masalah fisik, tapi juga emosional dan psikologis. Beberapa penyebab umum yang sering dikaitkan dengan kebiasaan ini antara lain:
1. Stres dan Kecemasan
Ini adalah pemicu utama. Saat saya sedang stres karena pekerjaan, deadline, atau konflik pribadi, intensitas bruxism saya meningkat. Otak yang tegang bisa membuat otot rahang juga menegang tanpa kita sadari.
2. Gangguan Tidur
Seperti sleep apnea, mendengkur berat, atau insomnia. Kondisi ini mengganggu pola tidur dan membuat otak tetap aktif saat seharusnya istirahat.
3. Gigi Tidak Rata atau Maloklusi
Beberapa dokter gigi mengatakan bahwa susunan gigi yang tidak pas juga bisa menyebabkan rahang bekerja lebih keras saat tidur.
4. Efek Samping Obat-obatan
Beberapa jenis antidepresan atau stimulan seperti amfetamin bisa memicu bruxism sebagai efek samping.
5. Kebiasaan Buruk Sehari-hari
Mengunyah permen karet terlalu lama, menggigit pensil, atau terlalu sering mengatupkan gigi saat tegang.
Bruxism pada Anak-Anak: Apa Harus Khawatir?
Saya sempat khawatir karena keponakan saya yang masih usia 8 tahun juga suka menggesekkan gigi saat tidur. Ternyata, bruxism pada anak-anak cukup umum dan sering kali bersifat sementara.
Biasanya dipicu oleh:
-
Pertumbuhan gigi baru
-
Perubahan rutinitas
-
Stres di sekolah
-
Gangguan saluran napas
Namun jika berlangsung lama atau menyebabkan gigi rusak, tetap perlu diperiksa ke dokter gigi anak.
Dampak Bruxism Jika Dibiarkan
Saya baru benar-benar aware setelah tahu betapa seriusnya efek jangka panjang bruxism:
-
Kerusakan gigi permanen (aus, retak, bahkan patah)
-
Nyeri rahang kronis (TMJ disorder)
-
Sakit kepala tegang berkepanjangan
-
Gangguan sendi temporomandibular
-
Tidur tidak berkualitas → mudah lelah, emosional
-
Penurunan kualitas hidup sosial & emosional
Saya sempat merasa tidak percaya diri karena gigi saya yang tadinya simetris, jadi terlihat lebih datar dan sensitif terhadap makanan panas-dingin.
Cara Mendiagnosis Bruxism
Jangan tunggu gigi rusak baru cek ke dokter. Proses diagnosis bruxism biasanya meliputi:
-
Pemeriksaan klinis oleh dokter gigi: melihat kondisi permukaan gigi, otot rahang, dan fungsi buka-tutup mulut
-
Rekaman gejala tidur: bisa lewat cerita dari pasangan atau audio perekam
-
Sleep study (polisomnografi): untuk kasus parah yang dikaitkan dengan sleep apnea
Saya sendiri cukup dengan pemeriksaan klinis dan anamnesis (tanya-jawab) yang detail. Dokter saya langsung tahu bahwa saya butuh penanganan khusus.
Solusi dan Penanganan untuk Bruxism
1. Night Guard (Pelindung Gigi Saat Tidur)
Ini adalah alat bantu seperti pelindung gigi transparan yang dipasang di malam hari. Tujuannya adalah mengurangi tekanan antara rahang atas dan bawah.
Saya sekarang pakai night guard custom dari dokter. Awalnya agak aneh, tapi lama-lama terbiasa dan justru bikin tidur lebih nyaman karena tahu gigi saya “dijaga.”
2. Relaksasi dan Manajemen Stres
Saya ikut kelas yoga dan pernapasan setiap minggu. Di luar itu, saya juga rutin menulis jurnal sebelum tidur untuk meredakan pikiran.
Teknik relaksasi yang membantu saya:
-
Napas 4–7–8
-
Meditasi ringan 10 menit sebelum tidur
-
Aromaterapi lavender di kamar
3. Fisioterapi Rahang
Beberapa kasus bruxism butuh bantuan fisioterapis untuk melatih otot rahang dan leher agar lebih rileks dan seimbang.
4. Terapi Kognitif dan Psikologis
Jika bruxism berkaitan dengan trauma, anxiety, atau depresi, terapi psikologis sangat disarankan. Saya pribadi merasa jauh lebih baik setelah punya ruang untuk bicara soal stres yang saya alami.
5. Obat-obatan
Dokter bisa meresepkan relaksan otot ringan atau obat penenang dalam kasus tertentu, meski ini bukan solusi utama.
6. Koreksi Gigi atau Orthodonti
Untuk kasus bruxism karena struktur gigi, dokter bisa menyarankan perawatan ortodontik (behel) atau pemasangan crown untuk meratakan permukaan gigitan.
Kebiasaan Baik untuk Mencegah atau Mengurangi Bruxism
Berikut hal-hal yang saya terapkan dan efektif banget mengurangi kebiasaan menggeretakkan gigi:
-
Hindari kopi dan alkohol menjelang tidur
-
Jangan mengunyah permen karet terlalu sering
-
Letakkan ujung lidah di langit-langit mulut untuk bantu rahang rileks
-
Gunakan kompres hangat di rahang sebelum tidur
-
Tidur di posisi terlentang, hindari tengkurap
-
Hindari screentime 1 jam sebelum tidur
Efek Psikologis yang Kadang Diabaikan
Bruxism bukan cuma masalah gigi, tapi juga dampaknya ke emosi dan mental healthy. Saya pernah merasa cemas tiap malam, takut bunyi bruxism saya ganggu pasangan. Saya juga sempat frustrasi karena gigi terasa ngilu terus.
Setelah konsultasi, saya belajar bahwa emosi yang terpendam atau beban pekerjaan sangat bisa muncul dalam bentuk fisik, termasuk bruxism.
Maka penting untuk memandang bruxism secara holistik—bukan hanya perbaiki gigi, tapi juga dengarkan sinyal dari tubuh dan pikiran.
Apakah Bruxism Bisa Sembuh Total?
Jawabannya relatif. Untuk banyak orang, bruxism bisa berkurang drastis bahkan hilang, terutama kalau pemicunya adalah stres yang bisa diatasi.
Tapi untuk sebagian, bruxism menjadi kebiasaan jangka panjang yang harus dikelola dengan alat bantu dan pola hidup sehat. Saya sendiri sudah dua tahun mengelola bruxism, dan hasilnya sangat signifikan.
Yang penting adalah menerima bahwa ini bukan kelemahan, melainkan sinyal tubuh yang harus kita dengar dan pahami.
Penutup: Dengarkan Tubuh, Jangan Abaikan Gigi yang Berbicara
Kadang, tubuh kita memberi tanda bukan lewat kata, tapi lewat sensasi. Rasa pegal di rahang, gigi yang aus, tidur tak nyenyak—itu cara tubuh bilang, “Hei, kamu capek. Tenang dulu.”
Bruxism mengajarkan saya untuk lebih mengenal diri. Bahwa merawat diri bukan hanya soal makan sehat dan olahraga, tapi juga soal memberi ruang untuk istirahat yang benar-benar berkualitas.
Kalau kamu merasa mulai mengalami tanda-tanda bruxism, jangan ragu untuk cek ke dokter gigi. Semakin cepat ditangani, semakin ringan pula dampaknya.
Penyakit yang sering melanda lansia apa lagi kalau bukan: Presbiopi: Mata Tua Dingdongtogel yang Mulai Kabur