Skoliosis: Kelainan Tulang Belakang yang Umum

Skoliosis

Saya ingat waktu remaja, ibu saya pernah komentar sambil membetulkan posisi duduk saya, “Kok bahumu nggak sejajar ya?” Saat itu saya anggap biasa aja. Mungkin cuma posisi duduk saya yang jelek, pikir saya. Tapi makin ke sini, saya sadar ada yang nggak beres. Waktu SMA, saya sering merasa pegal di satu sisi punggung, terutama kalau duduk lama. Bahkan saat difoto dari belakang, tubuh saya kelihatan agak miring. Saat itulah saya memutuskan untuk periksa ke dokter, dan dari hasil rontgen, saya divonis mild scoliosis atau skoliosis ringan.

Dari situ saya belajar banyak hal. Bahwa skoliosis itu bukan sekadar postur yang buruk, tapi sebuah kelainan bentuk tulang belakang yang perlu dipahami dan ditangani dengan bijak.

Artikel ini saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi dan juga riset yang saya kumpulkan selama bertahun-tahun. Baik untuk kamu yang baru mendengar istilah ini, sedang mengalami gejalanya, atau punya keluarga yang terdampak.

Apa Itu Skoliosis dan Mengapa Ini Penting Diketahui

Apa Itu Skoliosis

Secara sederhana, skoliosis adalah kelainan bentuk tulang belakang yang membuatnya melengkung menyamping (huruf C atau S), bukan lurus seperti yang seharusnya. Kelainan ini bisa ringan, sedang, atau berat tergantung sudut kelengkungannya (dalam derajat).

Biasanya skoliosis mulai muncul saat masa pertumbuhan, terutama menjelang pubertas. Tapi banyak juga kasus yang baru ketahuan di usia dewasa karena gejalanya ringan dan sering dikira cuma salah posisi duduk.

Ada beberapa tipe skoliosis:

  • Idiopatik (penyebab tidak diketahui, paling umum)

  • Kongenital (bawaan lahir)

  • Neuromuskular (akibat kondisi saraf seperti cerebral palsy)

  • Degeneratif (karena penuaan atau kerusakan tulang belakang)

Saya sendiri tergolong ke idiopatik. Artinya, nggak jelas penyebab pastinya. Tapi ada faktor genetik karena paman saya juga punya skoliosis.

Gejala Awal yang Sering Diabaikan

Berikut gejala awal skoliosis yang saya alami (dan yang sering terjadi pada kebanyakan orang):

  • Salah satu bahu lebih tinggi dari yang lain

  • Punggung terlihat tidak simetris, terutama saat membungkuk

  • Salah satu pinggul menonjol

  • Baju jadi nggak jatuh rata, terutama bagian belakang

  • Sering pegal sebelah, padahal nggak melakukan aktivitas berat

Yang bikin sulit adalah gejala ini muncul perlahan. Banyak yang berpikir cuma postur buruk. Padahal skoliosis bisa makin parah seiring waktu kalau tidak ditangani.

Penyebab Skoliosis: Bukan Cuma Posisi Duduk

Saat saya pertama kali dengar kata “skoliosis”, saya kira itu akibat kebanyakan main HP sambil duduk bengkok. Tapi ternyata, penyebabnya bisa jauh lebih kompleks.

Penyebab umum skoliosis antara lain:

  • Faktor genetik: Jika ada riwayat di keluarga

  • Pertumbuhan tulang yang tidak simetris

  • Kelainan otot atau saraf (neuromuskular)

  • Cedera tulang belakang

  • Penuaan (degeneratif), terutama pada lansia

Untuk tipe idiopatik, seperti kasus saya, penyebab pastinya belum diketahui. Namun para ahli percaya bahwa pertumbuhan tulang yang tidak seimbang bisa berperan besar.

Diagnosis Skoliosis: Jangan Asal Tebak

Waktu saya periksa ke dokter ortopedi, saya dikasih tes sederhana namanya Adam’s Forward Bend Test. Saya disuruh membungkuk, dan dari situ dokter bisa lihat apakah punggung saya simetris atau tidak.

Setelah itu, saya disarankan rontgen tulang belakang untuk melihat sudut kelengkungan. Di situlah istilah sudut Cobb (Cobb angle) diperkenalkan ke saya.

Sudut Cobb ini digunakan untuk mengukur seberapa parah skoliosis:

  • Ringan: <20 derajat

  • Sedang: 20–40 derajat

  • Berat: >40 derajat

Saya waktu itu ada di kisaran 15 derajat. Masih tergolong ringan, tapi tetap perlu dipantau setiap tahun.

Perjalanan Saya Melawan Skoliosis

Setelah tahu saya punya skoliosis ringan, saya langsung mikir, “Harus pakai penyangga tulang dong?” Tapi ternyata, untuk kasus ringan, penanganannya lebih fokus ke latihan fisik dan pemantauan rutin.

Saya mulai rutin:

  • Latihan peregangan setiap pagi

  • Berenang dua kali seminggu

  • Menjaga postur duduk dan tidur

  • Yoga ringan khusus untuk punggung

Saya juga pernah ditawari terapi Schroth Method, teknik latihan khusus untuk skoliosis. Meskipun belum terlalu populer di sini, metode ini sudah banyak digunakan di Eropa.

Saya banyak belajar dari situs seperti Alodokter yang menyajikan informasi medis yang mudah dimengerti dan relevan dengan kondisi di Indonesia.

Pilihan Pengobatan Berdasarkan Tingkat Keparahan

Setiap kasus skoliosis berbeda. Penanganannya pun bergantung pada usia, tingkat keparahan, dan apakah masih dalam masa pertumbuhan.

1. Pemantauan Rutin

Untuk kasus ringan seperti saya, cukup pantau tiap 6–12 bulan. Tujuannya untuk lihat apakah kelengkungannya bertambah.

2. Bracing (Penyangga Punggung)

Biasanya untuk sudut 20–40 derajat pada anak atau remaja yang masih tumbuh. Tujuannya mencegah kelengkungan makin parah.

3. Fisioterapi dan Latihan Khusus

Termasuk metode seperti Schroth, yoga, atau pilates. Latihan harus diawasi ahli karena salah gerakan justru bisa memperparah kondisi.

4. Operasi (Spinal Fusion)

Untuk kasus berat (>45 derajat) atau kalau skoliosis memengaruhi fungsi organ. Ini opsi terakhir dan biasanya dipertimbangkan jika terapi lain gagal.

Saya sendiri belum sampai butuh brace atau operasi, tapi saya tetap jaga gaya hidup supaya tidak bertambah parah.

Dampak Skoliosis pada Keseharian

Skoliosis bukan cuma masalah tulang. Ia bisa berdampak ke berbagai aspek hidup. Saya sempat merasa minder, terutama saat pakai baju yang agak ketat—karena postur saya nggak simetris. Kadang bahu kiri lebih rendah dan punggung sedikit miring.

Secara fisik, saya lebih cepat lelah kalau berdiri lama. Dan saat stres atau kurang tidur, nyeri punggung terasa lebih nyata.

Ada juga teman saya yang skoliosisnya cukup berat dan sampai mengalami kesulitan bernapas karena tulang belakang menekan paru-parunya.

Itulah kenapa penting banget buat kita aware dari awal, bahkan kalau kelihatannya ringan.

Mitos Seputar Skoliosis yang Perlu Diluruskan

Selama ini saya dengar banyak mitos soal skoliosis, dan beberapa bahkan bikin orang takut buat periksa:

  • “Skoliosis cuma karena postur buruk.” → Salah. Postur bisa memperburuk, tapi bukan penyebab utama.

  • “Nggak bisa olahraga kalau skoliosis.” → Salah. Justru olahraga tertentu bisa memperkuat otot penyangga tulang belakang.

  • “Harus operasi kalau punya skoliosis.” → Nggak selalu. Mayoritas kasus bisa ditangani tanpa operasi.

  • “Skoliosis bisa sembuh total dengan obat.” → Belum ada obat khusus. Tapi dengan terapi dan manajemen, gejalanya bisa diminimalkan.

Tips Jaga Postur Buat Kamu yang Punya Skoliosis

Saya sekarang lebih perhatian soal postur. Berikut tips healthy yang saya terapkan sehari-hari:

  • Gunakan kursi dengan sandaran yang mendukung tulang belakang.

  • Atur tinggi meja dan layar laptop supaya sejajar dengan mata.

  • Tidur di kasur yang cukup padat, hindari bantal terlalu tinggi.

  • Gunakan tas ransel, bukan tas selempang.

  • Jangan duduk terlalu lama tanpa peregangan.

Kalau kerja di depan komputer, saya selalu set timer tiap 30 menit buat berdiri dan stretching ringan.

Olahraga dan Aktivitas Fisik untuk Penderita Skoliosis

Saya juga coba berbagai olahraga untuk membantu kondisi punggung saya. Yang paling efektif dan nyaman sejauh ini:

  • Renang: memperkuat otot punggung tanpa beban berat

  • Yoga: membantu fleksibilitas dan pernapasan

  • Pilates: meningkatkan kekuatan inti (core)

  • Berjalan kaki cepat: membangun stamina dan peredaran darah

Sebaliknya, saya hindari olahraga berisiko tinggi seperti angkat beban berat atau permainan kontak seperti sepak bola.

Kapan Harus ke Dokter dan Apa yang Harus Ditanyakan

Kalau kamu atau anak kamu menunjukkan gejala skoliosis, jangan tunggu parah. Segera konsultasi ke dokter ortopedi. Beberapa hal yang bisa ditanyakan:

  • Sudut kelengkungannya berapa?

  • Apakah perlu bracing?

  • Apa olahraga yang direkomendasikan?

  • Seberapa sering harus kontrol?

  • Apakah perlu rontgen ulang dalam waktu dekat?

Ingat, diagnosis dini adalah kunci penanganan yang efektif.

Penutup: Hidup Normal dengan Skoliosis? Sangat Mungkin!

Saya sendiri adalah bukti bahwa hidup dengan skoliosis tetap bisa aktif, sehat, dan produktif. Yang penting adalah kesadaran diri, pengetahuan, dan konsistensi merawat tubuh. Skoliosis bukan vonis. Ini hanyalah kondisi yang bisa dikelola, dan semakin kamu kenal tubuhmu, semakin mudah menjalaninya.

Jadi, buat kamu yang baru tahu punya skoliosis, jangan panik. Jangan juga langsung pasrah. Karena dengan pemahaman dan tindakan tepat, kita bisa menjalani hidup dengan tegak—secara harfiah maupun makna.

Berada di ruangan AC terus menerus dan juga terkena sinar matahari bisa membuat: Kulit Kering: Penyebab dan Cara Mengatasi dengan Dingdongtogel

Author

ide